Pameran ini menarik bagi para penggemar kereta api atau mereka yang tertarik pada sejarah budaya Indonesia dan Belanda.
Pengunjung bisa melihat-lihat berbagai ornamen dalam pameran The History of Indonesian Railways hasil kerja sama Erasmus Huis dan PT Kereta Api Indonesia di Pusat Kebudayaan Belanda ini.
Ketika langkah kaki terhenti sejenak di depan sebuah foto superbesar Stasiun Jakarta Kota tempo doeloe,
perlahan pikiran mulai melayang menjauhi masa kini, terbang ke masa
lalu. Di balik foto superbesar Stasiun Jakarta Kota, terpampang foto
lokomotif tua zaman dulu sedang berjalan di atas rel kereta.
Di bagian paling atas foto lokomotif, tiga kata terangkai sempurna menyeruak ke dalam hati siapapun yang membacanya, “Save Our Heritage”. Warisan sejarah masa lalu yang harus diselamatkan. Sejarah besar perkeretaapian Indonesia, tatkala kereta api menjadi transportasi primadona pada abad ke-19, tepatnya masa pemerintahan Hindia Belanda.
|
Stasiun Jakarta Kota Tempo Dulu |
Di tengah-tengah ruang pameran, pandangan mata menyapu sekat-sekat
berwarna hitam berjejer rapi dengan foto hitam putih dilengkapi
keterangan singkatnya. Foto-foto sosok Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
khususnya yang terkait kepemimpinannya di era pembangunan dan
perkembangan perkeretaapian Indonesia berada paling depan di jajaran
foto lainnya.
Sosok Gubernur Jenderal Hindia Belanda menyorotkan peran besar proyek pembangunan jalur rel kereta api juga stasiun. Adanya sistemtanam paksa yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda berkorelasi dengan melimpahnya hasil perkebunan. Hal tersebut memerlukan transportasi yang lebih cepat dan efisien. Selain itu, didukung perkembangan jaringan kereta api di Eropa
yang dinilai telah berhasil memecahkan masalah transportasi. Usulan
pembangunan jaringan rel kereta api sempat mengalami perdebatan tentang
siapa yang membangun rel.
Jalur kereta api pertama di Pulau Jawa ditandai dengan pembangunan
jalur rel kereta api dari Semarang-Surakarta-Yogyakarta pada 1862,
kemudian jalur kereta api dari Semarang ke Tanggung di Grobogan resmi
dibuka pada 1867. Stasiun Semarang menjadi stasiun kereta api pertama di
Indonesia.
Decak kagum sejarah perkeretaapian lewat foto hitam putih tak henti-henti bergumam dalam hati. Apalagi melihat jembatan jalur kereta api terbentang memotong sekaligus membelah perbukitan di sekitarnya. Betapa pembangunan jembatan rel kereta api memerlukan tenaga-tenaga manusia yang besar. Tiang-tiang
besi baja jembatan rel kereta api nan kokoh bernilai sempurna saat
rangkaian kereta api berjalan mulus di atasnya. Itulah yang terlihat
pada foto rangkaian kereta api sedang melewati jembatan lengkung kereta
api Cikubang. Sang kuda besi begitu gagah, asap yang keluar dari
cerobong asap lokomotif ibarat menerjang angin yang berembus kencang
sepanjang perjalanan.
Foto di bawahnya tidak kalah menakjubkan. Keelokan pandangan mata amat dimanjakan dengan panorama perbukitan bahkan lembah. Petak-petak sawah dan ladang bagai permadani indah, lintasan jembatan kereta api melengkung di tengah-tengahnya. Panorama jembatan kereta api di Priangan dilihat dari udara. Di sisi sebelahnya terdapat foto gerbong restorasi kereta api kelas satu.
Selanjutnya, gerbong kereta api kelas satu yang mewah dengan meja
kecilnya. Interior kayu, gorden di jendela kereta juga tempat duduk yang
empuk. Kedua tempat duduk dengan lengan di kiri-kanan saling berhadapan
dibatasi sebuah meja.
Mata
pun beralih pada foto-foto bangunan stasiun zaman dulu. Bangunan
Stasiun Bandung tahun 1930-an, tepat di depannya berdiri tugu peringatan
hari jadi ke-50 (5 Juni 1926) Staatsspoorwagen yang direncanakan ir E H de Roo dari Gementee Bandoeng yang juga berfungsi sebagai salah satu Titik Triangulasi Kota Bandung.
Potret foto hitam putih sejarah
perkeretaapian Indonesia bukan hanya menyajikan beragam lokomotif,
gerbong, ataupun rangkaian kereta api secara keseluruhan. Lintasan jalur
kereta api berupa jembatan beserta pemandangan alam dan permukiman
penduduk terasa hambar bila tidak ada potret aktivitas manusia di sekitarnya.
Kendaraan jalan raya milik perkeretaapian perusahaan swasta Hindia Belanda, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatshappij (NIS)
berupa kendaraan roda empat ala zaman dulu, di belakang kemudi, seorang
supir tengah beraksi sesuai tugasnya. Tepat di belakang kendaraan roda
empat tersebut, tali kekang dua ekor kuda sedang ditarik sang
“kusirnya”. Lebih tepatnya terlihat seperti “gerobak” yang ditarik dua
ekor kuda, sementara sang “kusir” duduk di atasnya.